Bapak dan ibu…

Lebaran 2018 sudah hampir tiba. 2 hari lagi ya

Pada saat Hari (Raya) Idul Fitri , saya melihat ada fenomena yang terus menerus terjadi

  1. Nilai transaksi jual-beli meningkat
  2. Jumlah peminta meningkat
  3. Jumlah pemberi sedekah meningkat

Pada bahasan ini Saya (dari sisi parenting ya) ingin fokus pada bagian ke 3, jumlah pemberi sedekah meningkat. Karena menyentuh bagian yang ke 3 menurut saya akan bergulir juga pada bagian satu dan dua.

Mengapa di Bulan Ramadhan orang lebih ingin bersedekah?

Karena…

Mengharapkan balasan yang lebih banyak karena setiap amalan akan dilipatkan 1.000 kali. Dan jadi tak terhingga .. menyentuh jumlah amalan selama > 80 tahun di lailatul qodar.

Menurut saya, ini soal mendapatkan bonus pahala di Bulan Ramadhan,  seperti sedang membahas permainan game..

Saat bermain game, Selain ada aktifitas, yang dikerjakan untuk menambah pundi-pundi,  ada ikon-ikon berisi bonus-bonus yang ketika disentuh, memberikan denting suara yang berbeda  Mendapatkan bonus tentunya dinantikan oleh para gamers lebih dari pengumpulan dengan aktifitas biasa.

Tetapi.. apakah mungkin keahlian mengambil bonus berupa koin di ujung-ujung layar game mampu didapat, jika tidak pernah belajar bagaimana menggerakkan kursor sebelumnya?

Yups… Beneer banget… sebelum mampu dapat bonus. Kita mesti berlatih melakukan aktifitas yang biasa.  Level bonus tantangannya lebih seru ketimbang level biasa.

Kembali soal bersedekah.
Apakah yakin, sedekah yang dipilih terbaik (baik jumlah maupun bentuk) akan memberikan lompatan 1.000 kali pahala dibandingkan hari biasa? Jika hari biasa kita tidak pernah bersedekah? Tidak pernah latihan untuk meningkatkan sensitifitas dalam bersedekah yang potensi jadi bonus?

Menurut saya, hal ini jadi Ironis.

Apa jadinya ketika di bulan Ramadhan ini, kita lebih asik berpikir tentang “mendapatkan keuntungan melimpah untuk diri sendiri”. Kita lebih pandai berhitung, karena setiap rupiah yang di sedekahkan langsung dikalikan dengan 1.000. Kita pun merasa yakin tentang bonus pahala yang didapat.

Sampai-samapi untuk mengejar target, maka pemberian sedekah pun di optimalkan dimana saja, kapan saja, untuk siapa saja. Lupa… sebaik-baik sedekah adalah yang dilakukan ikhlas dan secara sembunyi-sembunyi. Bahkan tangan kanan pun tidak sebaiknya tahu ketika tangan kiri sedang bersedekah. Ada yang memilih jadi “Robin Hood”.  Mengumpulkan sedekah dari orang lain, untuk dibagikan. Dirinya sendiri tidak mengeluarkan sedikitpun dana sedekah?

Laah saya kan AMIL ZAKAT.
Emang kalau petugas zakat, ndak boleh bersedekah ya?

Tulisan dari ibu Okuina Fitriani, tentang soal sedekah juga menghentak saya. Beliau menyampaikan “tidak sebaiknya mendidik anak-anak kita menjadi peminta sedekah”.

Ini sisi lain lagi dari sedekah.

Menurut saya, apa yang disampaikan bu Okuina Betul (walaupun saya yakin jauh lebih banyak orangtua yang tidak berperilaku seperti itu).  Kan “Prinsip utama dari sedekah adalah tangan di atas”, bukan tangan di bawah. Memberi lebih baik daripada menerima.

Menjelang lebaran, diperjalanan mudik, anak-anak sudah bersemangat dengan harapan besar dapat “ang-pao”. Membayangkan mendapatkan amplop-amplop dari orang-orang yang mengasihi. Nenek, Kakek, Om, Tante dsbnya. Lebaran sama artinya dengan “PANEN”. Tidak berhenti di keluarga, mereka akan berkeliling ke tetangga untuk bersilahturahmi plus dapat amplop berisi sejumlah uang.

Betul. Silahturahminya bagus.

Dengan tujuan untuk menyambung tali persaudaraan, ini keren banget. Apalagi di jaman now, dimana orang sudah berkurang terhubung dengan tetangga sebelah menyebelah. Melakukan kunjungan seperti ini, walaupun hanya sekali se tahun, dapat memberikan kedekatan yang berbeda.

Hanya, apakah tepat jika dalam silahturahmi tersebut, ada “niatan” lain yang dibawa?

Ketulusan dalam bersilahturahmi jadi gak pul.

Terus diakhir silahturahmi, anak gak dapat ang-pao atau dapat tapi gak banyak?

Celotehnya “ih dia pelit” ….

Yaaaaah baru juga bertemu, menghalalkan dan saling memaafkan, selangkah dari pintu sudah beda lagi sikap pada orang yang dikunjungi. Mana senyuman? Mana halal an? Mana kata maaf? Yang baru saja dilakukan pada orang-orang yang dikunjungi.

Naaaah

Dengan Lebaran kali ini, saya lakukan refresh lagi pada dua hal:

  1. Tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk bersedekah, cara bersedekah dan siapa-siapa yang lebih utama di sedekahi. Bukan pada detik pertama bulan Ramadhan, tetapi sebelum bulan Ramadhan. Lebih bagus sejak detik pertama meninggalkan bulan Ramadhan sebelumnya
  2. Empowering Parenting
    Bagaimana menjadikan pola asuh kita, sebagai orangtua berakhir diujung memberdayakan anak. Bukan sebaliknya. Menjadikan anak punya mental “tangan di bawah”

Yuk Kembalikan anak pada fitrahnya. Fitrah untuk lebih banyak memberi dan sangat sedikit meminta. Menumbuhkan kembali nilai ketulusan dalam bersilahturahmi.  Tulus tanpa pamrih. Sayang dan perhatian pada generasi yang lebih tua.

EEEHHHH jadi ndak boleh ya kasih ang-pao sama anak?
Menurut saya tetap boleh.. Karena ini merupakan wujud kasih sayang pada anak-anak. Ehm.. tapi pemberian kan tidak harus selalu uang. Tidak harus selalu barang. Dan pemberian yang sangat berharga adalah ketika apa yang kita berikan memang dibutuhkan anak. (Bukan diinginkan anak). Biarkan anak merasakan syukur atas apa yang didapat dan menjadi lebih respek pada yang memberikan.

Tentunya.. jika ini dapat dikembalikan pada fitrah, maka kebutuhan atas barang tidak melonjak

Loo apa hubungannya.

Saat kita mengerti belanja sesuai apa yang dibutuhkan dan bukan apa yang diinginkan. Maka peredaran uang dan permintaan pasar, tentunya tidak melonjak. Biasa aja.
Jika sehari-hari hanya perlu nasi dan lauk tanpa camilan, tentunya tidak ada tambahan anggaran camilan di bulan Ramadhan. Biasa saja pengeluarannya.

EEEEH buuu… kasihan pedagang dong bu

Gak juga.. mereka tetap dapat saldo bagus.. karena penjualan mereka stabil selama 12 bulan. Lebih baik mana ya.. 12 bulan stabil saldo, atau 11 bulan dibawah rata-rata saldo dan bulan ke 12 naik jadi berlipat saldonya, eeeh atau sama saja setelah di rata-rata, saldo yang mereka dapatkan?

Wis bahasan ini bukan bahasan parenting dong. Ini bahasan ekonomi.

Bapak dan ibu. Di YPKA kita memahami bahwa dalam mendidik anak, kita perlu mempersiapkan anak dari 5 dasar pengasuhan yang dibungkus dalam jiwa religi. Apa lima dasar pengasuhan tersebut? Bina diri, Emosi, Intelektual, Sosial dan ekonomi. Ketika kita bicara tentang nilai jual, sesungguhnya kita sedang mengajarkan dasar ke lima dari pengasuhan yaitu ekonomi. Ananda perlu paham sebab akibat dalam keuangan dimana mereka punya andil di dalamnya.

Jadi penting juga ya bahasan ini?

Terima kasih bapak dan ibu atas kesedian membaca tulisan saya hari ini.
Jika merasakan manfaat, silahkan berbagi dengan sahabat dan teman yang lain

Untuk tetap terhubung dan update info terkini dari YPKA, silahkan join WA dan TG YPKA dengan klik:

JOIN WA Grup YPKA

JOIN Telegram Grup YPKA

Ditulis oleh Bunda Nefri

#YPKA
#PusatKemandirianAnak
#BundaNefri