Menurut para ahli, ada beberapa keadaan yang memicu Ananda tidak mudah “duduk manis” saat belajar. Anak cenderung bergerak terus atau duduk dengan posisi yang tidak nyaman dan stabil untuk bertahan selama pembelajaran berlangsung. Kalau sudah begitu, pastinya konsentrasi untuk belajar juga terpecah-pecah. Anak perlu membagi konsentrasi antara perlu mempelajari materi dan menyamankan dirinya.

Tiga keadaan tersebut, yang berhubungan dengan posisi tubuh,  adalah

  1. Anak belum menguasai kemampuan kontrol ruang gerak (dimensi X, Y dan Z) secara otomatis (Posture Stability Reflex). Hingga anak cenderung ada di posisi tidak stabil. Dimana ketika anak menyeberangi midline (sumbu netral/ setimbang) di setiap dimensi, ia tidak lentur kembali ke posisi setimbang. (Cenderung tertahan posisi badan doyong ke depan atau belakang, ke kiri atau ke kanan)
  2. Anak terpapar dengan terlalu banyak informasi, hingga ia berespon berlebihan dengan ditunjukkannya melaluii gerakan-gerakannya yang cenderung berubah-ubah tanpa disadari (unconscious response). Gerakan-gerakan ini berpengaruh pada kestabilan posisi duduknya saat belajar.
  3. Anak memiliki pemahaman yang tidak tepat tentang posisi berdiri/ duduk yang nyaman. Sehingga meskipun ia duduk dengan posisi yang tidak tepat, ia tidak merasa ada gangguan belajar. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan anak memilah informasi yang diterimanya tentang “nyaman dan aman”. Dimana pemahaman ini merupakan  ingatan dalam proses tumbuh kembangnya

Apa yang dilakukan anak karena tiga keadaan tersebut di atas

  1. Menstabilkan posisi duduk, dengan memiringkan tubuh ke kiri/ ke kanan/ ke depan/ ke belakangGbr 1. Posisi duduk

 

2.  Melakukan aktifitas yang dapat membantunya lebih nyaman dan stabi. Seperti “flapping”. menggoyangkan kaki, mengayunkan tubuh ke depan dan ke belakang,mengetuk-ketuk meja dengan alat tulis atau bahkan ia akan berjalan-jalan mengitari ruang kelas dsbnya.

Selanjutnya, para ahli berupaya lebih detail dalam memfasilitasi kesetimbangan anak. Dengan membantu anak di posisi stabil lebih baik dan lebih lama. Yang ujungnya dapat membantu anak-anak belajar, mampu  “duduk manis” dan fokus, melalui

A. Pemilihan kursi dan meja belajar ergonomis , sebagai alat penting saat belajar

Gbr 2. Posisi duduk  yang memenuhi standrat Posture Stability Reflex

B. Berlatih untuk menemukan posisi duduk yang nyaman dan stabil

               Contohnya adalah

Gb 3. Posisi duduk perlu dibenahi

Dengan posisi duduk seperti dalam gambar 3, Anak mengalami :

  1. Pandangan mata
    • Terbiasa di posisi dekat
    • Maka otot mata tidak terlatih untuk melihat jauh
    • Maka kelenturan otot-otot penyangga mata terganggu, berpengaruh pada kemampuan menangkap informasi
    • Ananda terhambat dalam kemampuan melihat dan membaca

      2. Punggung

    • Tulang punggung melengkung
    • Mengganggu fungsi syaraf yang ada di sepanjang tulang belakang sebagai penyampai informasi dari reseptor (indra manusia) menuju otak
    • Berpengaruh pada gaya yang bekerja dan memicu sakit punggung (back-pain)
  1. Posisi kaki
    • Menggantung
    • Merubah titik tumpu gaya grafitasi bumi pada tubuh, yang berpusat pada pantat, lutut dan tumit. Menyebabkan anak cepat lelah, Fokus terganggu
  2. Posisi siku
    • Siku yang menumpu pada meja, menambah gaya tarik grafitasi bumi hingga anak tidak mudah menggerakkan tangan.
    • Tangan mudah lelah saat menulis
    • Ananda terhambat dalam kemampuan menulis

Dimana dengan posisi duduk seperti itu, anak juga tidak otomatis mampu mempertahankan kestabilan posisi duduknya dengan mempertimbangkan dimensi X,Y, Z (posture stability reflex). Maka yang  bisa dilakukan, menggunakan ganjal agar posisi anak menjadi lebih stabil

 

Gbr 4. Membenahi duduk agar sesuai dengan Posture Stability Reflex

Gambar 4, merupakan kasus yang umum di alami anak-anak di PAUD.   Kursi dan meja yang digunakan di kelas PAUD dibuat untuk anak-anak usia 4 hingga 7 tahun, secara umum. Tetapi pada kenyataannya di kelas tersebut ada anak yang bertubuh kecil dan ada yang besar. Kursi dan meja tentunya tidak tepat untuk mereka. Maka agar anak-anak mampu belajar dengan baik, perlu dibantu menemukan posisi lebih baik dan nyaman (stabil).  Jika hal ini bisa dilakukan maka perubahan yang dirasakan anak sbb

  1. Pandangan anak menjadi lebih luas dan lebih mampu bergerak untuk mendapatkan informasi visual yang diperoleh dari benda di posisi jauh ataupun dekat, benda diam ataupun bergerak (sesuai dimensi X,Y dan Z)
  2. Posisi tumit, lutut dan pantat menekuk 90o yang menyamankan anak, dan mampu bertahan duduk lebih lama dan lebih stabil
  3. Posisi siku lebih tinggi dari meja,hingga pergelangan tangan tidak perlu menekan ke meja, yang tadinya berpotensi tangan tertahan, tidak mampu bergerak bebas untuk menulis ataupun aktifitas lain menjadi lebih mudah bergerak
  4. Posisi punggung tegak tidak memicu sakit punggung dan tumbuh kembangnya optimal.

Yang perlu diperhatikan adalah untuk anak-anak dengan kondisi khusus, seperti penyandang CP, hambatan pengelihatan, hambatan pendengaran, ADHD, dsbnya, saran dari para ahli yang telah disampaikan di atas,tidak dapat diaplikasikan secara langsung. Dibutuhkan tambahan informasi yang lebih detail tentang kondisi anak, untuk menentukan fasilitas dan layanan yang tepat.

Contoh, untuk anak dengan gangguan kemampuan melihat, selain dibutuhkan kursi dan meja yang sesuai, memperbaiki posisi duduk dengan mempertimbangkan stablitas, kemungkinan besar anak juga membutuhkan kacamata. Dimana penggunaan kacamata didapatkan, setelah anak melewati pemeriksaan pengelihatan.

Dan yang terpenting dan terutama ketika mempertimbangkan Posture-Stability-Reflex sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan belajar, orang tua perlu membangun kesadaran anak atas pentingnya menjaga postur stabil saat belajar, secara mandiri.

Karena tidak selalu ada orang dewasa yang bisa mengingatkan dirinya. Maka anak perlu dibangun awareness (kesadaran). Caranya dengan melatih anak lebih peka terhadap respon tubuh. Di antaranya melalui pendekatan neurosensorimotor reflex integration.  Bahasan ini akan dilanjutkan untuk tulisan berikutnya.

 

Oleh Nefrijanti,

Trainer Kemandirian Anak