“Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka kelak akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu”– Umar bin Khattab ra.

Bapak dan ibu, ingatkah ketika  kita memasuki tahun 2010, pembicaraan tentang generasi Alpha menjadi trending topic?. Para ahli berpendapat, Generasi Alpha lahir di tahun 2011 hingga 2045. Para ahli ini bicara tentang Generasi Yang Akan Membawa Umat Manusia Menuju ERA MILLENIUM. Generasi Emas Indonesia, julukannya. Generasi yang salah satu cirinya  terikat dengan teknologi. Di masa itu, teknologi jadi bagian kehidupan sehari-hari.

 Penerus kita tersebut akan memasuki usia produktif sekitar tahun 2070an. Mereka berjarak 60 tahun dari saat ini. Coba ingat-ingat, bagaimana kehidupan kita 60 tahun yang lalu?  Saat kecanggihan teknologi belum jadi gaya hidup umat manusia.

Awal tahun 1950an,  kita masih  gunakan  telpon rumah dengan cara memutar angka-angka untuk mengfungsikan. Ada televisi sebagai barang mewah, Komputer,  besarnya hampir memenuhi ruangan dan suaranya berisik sekali. Beda sekali ya dengan saat ini.  Komputer dan telepon, sangat mungil dan mudah dibawa kemana saja.

Lalu bagaimana dengan 60 tahun dari sekarang ? Imajinasi pun berkembang. Membayangkan kemajuan teknologi. Mungkin impian kita bisa diwakili  dengan  film fiksi kehidupan berteknologi, seperti Startrek dan Star Wars. Kehidupan yang kelak menjadi keseharian generasi Alpha.

Bagaimana dengan anak-anak berkebutuhan khusus ? Menjadi bagian dari anak-anak dalam generasi alpha yang punya kekhususan? Mampukah ABK dari generasi Alpha ini ikut sebagai Generasi Emas Indonesia?

Mari kita kembali berangan-angan. Beredar pendapat bahwa kemajuan teknologi bisa sangat memudahkan ABK generasi Alpha untuk beraktifitas ataupun berkarya.  Ilmu pengobatan dan pemulihan, juga mengalami  perkembangan yang sangat baik, nantinya. Banyak penelitian dikembangkan untuk menemukan terobosan baru dalam mendukung kemampuan ABK bermasyarakat.

Untuk ABK yang punya keterbatasan berkomunikasi secara verbal, dan disabilitas fisik, teknologi masa depan yang banyak mengandalkan gelombang suara dan sensor gerakan, pastinya akan sangat membantu. Saat ini, mulai dikembangkan peralatan yang dapat dioperasikan tanpa perlu gerakan fisik. Kekuatan suara dan gerak tubuh menjadi andalannya. Seperti untuk mencari nama seseorang di buku telpon, kita hanya perlu menyebutkan nama seseorang di layar hape canggih. Tanpa menyentuh hape, nama itu akan muncul di layar hape, lengkap dengan no telponnya.   Mudah ya?.

Yang terpikir kemudian, bagaimana mengajarkan pada ABK generasi alpha ini, memanfaatkan teknologi dengan tepat? Ingat ya, mengajarkan anak-anak ABK, terutama yang berada di area kesulitan dalam berkomunikasi punya tantangan tersendiri.  Menterjemahkan setiap pembelajaran hingga dapat dipahami dan dilakukan secara mandiri oleh anak-anak ABK perlu waktu dan teknik tersendiri.

Di sisi lain, pernahkah Anda membaca tentang cerita anak-anak yang kecanduan game?. Atau anak-anak yang terperangkap oleh pelaku kejahatan seksual di dunia maya. Cerita-cerita tersebut menjadi bukti kegagalan memanfaatkan teknologi dengan tepat dan benar.  Cerita yang dialami tak hanya oleh anak-anak regular tapi juga oleh anak-anak ABK.

Selanjutnya sebagai solusi dalam mendampingi ABK, tulisan sebelumnya “One Hope : Harapan Masih Ada” dapat dijadikan rujukan . Keterlibatan orangtua yang punya wawasan jauh ke depan menjadi landasan keberhasilan aplikasi langkah-langkah tersebut. Khusus untuk  generasi Alpha, 3 langkah kunci membutuhkan orangtua yang sangat memahami teknologi sebagai pisau bermata dua. Teknologi dapat menjadi sarana mencapai keberhasilan tapi juga punya potensi kuat sebagai pengundang bencana jika tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Dibawah ini ada beberapa tips untuk Anda dalam mendukung keberhasilan dalam mendidik ABK dari generasi alpha :

Biasakan Ananda untuk menguasai teknologi bukan dikuasai teknologi.

Caranya adalah dengan membiasakan anak pada pengaturan waktu penggunaan gadget. Pastikan anak, hanya menggunakan gadget disaat-saat yang memang seharusnya. Dan tidak menjadikan gadget sebagai bagian dari tiap detik kehidupan mereka.  Dalam sehari, penggunaan gadget dihentikan untuk kegiatan yang memang dapat dilakukan tanpa harus menggunakan gadget.

Keberhasilannya diukur jika Ananda bersikap biasa saja, tanpa ada gadget disekitarnya.

Gunakan “Parental control” di setiap gadget yang digunakan oleh anak-anak.

Parental Control, dapat membatasi anak untuk tidak berselancar di area yang tidak sesuai dengan umur anak. Selain Parental Control, pastikan orangtua mengerti password dari gadget Ananda. Parental Control dan Informasi tentang password yang dipakai sudah cukup efektif untuk membatasi akses menuju informasi yang tidak/ belum layak untuk usia anak.

Kesuksesan kerjasama antara orangtua dan anak, tentang mencegah informasi dan akses yang kebablasan adalah jika anak mengijinkan orangtua membuka gadget mereka, kapan saja orangtua mau.

Bina hubungan saling percaya antara anak dan orangtua, dalam pemanfaatan gadget.

Hubungan saling percaya akan memudahkan orangtua mengawasi kegiatan anak bersama perangkat elektroniknya. Kepercayaan tidak dapat dipaksakan. Kepercayaan perlu waktu untuk dapat terjalin. Kepercayaan juga harus dijaga. Sekali terjadi pelanggaran dalam kepercayaan, perlu waktu dan proses berulang untuk menjalin kembali. Proses dan waktu yang mungkin lebih lama daripada saat baru mulai menjalin kedekatan.

Jika Anda mengetahui password gadget ananda, dapat disimpulkan Ananda mempercayai Anda.

Imbangi tumbuh kembang anak dalam teknologi dengan sebanyak mungkin melalui banyak aktifitas fisik.

Aktifitas fisik seperti, bersepeda, berenang, berlari, menyapu halaman, bermain bola, dapat dilihat sebagai sisi lain pengembangan kemampuan menguasai teknologi. Dalam piramida of learning yang disampaikan William and Schellenberger. Anak-anak yang indera, dan anggota tubuhnya bekerja maksimal, akan memiliki kecerdasan yang sangat baik.

Anda boleh bernafas lega , jika Ananda mampu bermain dan berinteraksi aktif dengan teman-teman sebaya.  Bersepeda, berlari-larian, berenang, bersama teman sebaya dpat dijadikan salah satu acuan keberhasilan di tips nomer 4 ini.

Jadikan diri Anda sebagai role model (contoh pembelajaran) bagi anak.

Banyak orangtua mengkhawatirkan Ananda tidak mendengarkan apa yang disampaikan. Tetapi hanya sedikit orangtua yang khawatir anak akan mengamati dan meniru apa yang dilakukan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Meltfozz dan Moore di tahun 1983, diketahui bayi yang baru berusia 1 jam dapat menirukan ekpresi orang yang berada di dekatnya. Ini dapat diartikan anak yang belum memahami komunikasi atau apapun dapat mengamati dan menirukan. Dan berdasarkan teori ABA, jika seseorang berperilaku sama secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama, perilaku tersebut dapat menjadi bagian dari kepribadian dan kebiasaan hidup.

Mari kita tarik benang merah dari  kedua teori tersebut, sebagai TIPS terakhir. Anak-anak yang mampu belajar melalui proses meniru (imitasi), bisa kita pakai sebagai petunjuk terakhir dari keberhasilan Anda sebagai orangtua.

Bagaimana keberhasilan Anda bersama  Generasi Alpha dengan disabilitas, menjadi bahasan penting kali ini. Bagaimana keberhasilan mereka tergantung pada peran aktif Anda sebagai orangtua. Bersama Anda , tantangan ABK dari generasi Alpha, bisa jadi anugrah sekaligus juga bisa menjadi musibah. Mana yang Anda pilih untuk dilakukan bersama generasi Alpha ? Mewujudkan ABK dari generasi Alpha sebagai bagian dari Generasi Emas Indonesia ? Ataukah membiarkan mereka terpuruk diantara gemerlapnya Generasi Emas Indonesia? Segera pilih langkah Anda… Yakinkan diri bahwa putra-puri anda berhak menjadi Generasi Emas Indonesia

DITULIS  oleh Bunda Nefri

Penulis buku “One Hope, 3 Langkah Kunci Mewujudkan Impian Ayah dan Ibu”