Anak Tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Ada beberapa karekteristik perkembangan kemandirian anak Tuna Grahita meliputi Sebelas hal.
Siswa tunagrahita memiliki hak dan kewajiban untuk berkembang agar dapat hidup mandiri, tapi anak mengalami keterbatasan dalam kecerdasan intelektual dan kemampuan dalam prilaku adaptif jika dibandingkan dengan teman seusianya. Salah satu klasifikasi dari anak tunagrahita adalah anak tunagrahita sedang, anak tersebut sukar menerima pembelajaran akademik, tetapi masih mampu diberikan latihan keterampilan sebagai bekal dalam kehidupannya, mengurus diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan sekitarnya. Anak-anak tersebut dapat melakukan pekerjaan dan tugas-tugas seperti kegiatan menolong diri sendiri, tetapi memerlukan bantuan dari orang lain.
Karakteristik anak Tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita.
b) Selalu bersifat eksternal lokus of control sehingga mudah sekali melakukan kesalahan (Expectancy for filure).
c) Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan (outerdirectedness).
d) Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri.
e) Mempunyai permasalahan berkaitan dengan perilaku sosial (social behavioral).
f) Mempunyai masalah berkaitan dengan karakteristik belajar.
g) Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan.
h) Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik.
i) Kurang mampu untuk berkomunikasi.
j) Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak.
k) Mempunyai masalah berkaitan dengan psikiatrik, adanya gejala – gejala depresif.
Pengertian Tunagrahita yang lain
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kondisi kecerdasannya dibawah rata-rata, dalam bahasa indonesia pernah digunakan misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah psikis, istilah ini digunakan ketika pendidikan PLB belum digalakkan sesuai dengan perkembangan pendidikan istilah penyebutkan diperhalus dari lamah otak jadi tuna mental dan saat ini disebut tunagrahita.
Tunagahita berasal dari kata tuno yang artinya rugi dalam bahasa Jawa tuno, contoh wah aku tuno artinya wah aku rugi sedang grahita dari kata nggrahita, contoh aku ora nggrahito yen tekan semono kadadiane yang artinya aku tauidak beripikir sampai seperti itu. tunagrahita dapat diartikan kurang daya pikir. Apapun istilah yang digunakan yang penting tentang siapa dan bagaimana anak tunagrahita utnuk dapat layanan penddidikan dan pengajaran yang tepat bagi mereka, dalam pengembangan diri mereka.
Beberapa ahli memberi batasan pengertian tetnang anak tunagrahita. Ada beberapa ahli yang memberikan pembatasan pengertian tunagrahita definisi tersebut di antaranya: menurut Hillaard dan Kirman (Smith, et all, 2002: 43) memberikan penjelasan tentang anak tunagrahita, sebagai berikut:
“People who are mentally retarded over time have been referred to as dumb, stupid, immature, defective, subnormal, incompetent, and dull. Term such as idiot, imbecility, defective, subnormal, incompetent, a dull, term such as idiot\, imbecile moral, and feebleminded were commonly used historically to label this population although the word food revered to those who care mentally ill. And the word idiot was directed toward individuals who errs severely retarded. These term were frequently used interchangeably.”
Maksudnya adalah diwaktu yang lalu orang-orang menyebut retardasi mental dengan istilah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak matang (immature), cacat (defective) kurang sempurna (deficient), dibawah normal (subnormal), tidak mampu (incompetent), dan tumpul (dull). Edgare Dole (Smith et all, 2002: 47) mengemukakan tentang ciri-ciri anak tunagrahita sebagai berikut: “That a mentally deficient person is: a. sosial incompetent, that is sosially inadequate and occupational incipient and unable ti manage his own affairs the adult lacer, b. mentally subnormal, c. white has beep developmentally arrested, d. retired mortify, mentally deficient as result of on situational origin through heredity of disease, fessentially incurable.”
Jadi seseorang dianggap cacat mental jika ditandai:
(a) tidak berkemampuan secara sosial dan tidak mampu mengelola dirinya sendiri sampai tingkat dewasa, (b) mental di bawah normal,
(c) terlambat kecerdasannya sejak lahir,
(d) terlambat tingkat kemasakannya,
(e) cacat mental disebabkan pembawaan dari keturunan atau penyakit, dan
(f) tidak dapat disembuhkan.
Menurut Mumpuniarti (2007: 5) istilah tunagrahita disebut hambatan mental (mentally handicap) untuk melihat kecenderugan kebutuhan khusus pada meraka, hambatan mental termasuk penyandang lamban belajar maupun tunagrahita, yang dahulu dalam bahasa indoneisa 10 disebut istilah bodoh, tolol, dungu, tuna mental atau keterbelakangan mental, sejak dikelurkan PP Pendidikan Luar Biasa No. 72 tahun 1991 kemudian digunakan istilah Tunagrahita.
American Association on Mental Deficiency/ AAMD (Moh. Amin, 2005: 22), mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes dan muncul ssebelum usia 16 tahun.
Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005: 11) menyebutkan bahwa “tunagrahita berkaitan erat dengan masalah perkembangan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan sebuah kondisi”. Hal ini ditunjang dengan pernyataan menurut Kirk (Muhammad Effendi, 2006: 88) yaitu “Mental Retarded is not a disease but a condition”. Jadi berdasarkan pernyataan di atas dapat dipertegas bahwasannya tunagrahita bukan merupakan suatu penyakit tapi suatu kondisi yang tidak bisa disembuhkan dengan obat apapun.
Kurikulum pembelajaran tahun 1997 untuk anak tunagrahita terdapat program khusus bina diri dimana pembelajaran ini menekankan kemandirian anak tunagrahita dalam mengurus diri sendiri. Salah satu materi yang akan diajarkan kepada anak tunagrahita yaitu makan.
Dalam membelajarkan anak tunagrahita yang mengalami hambatan dalam perkembangan baik intelegensi, emosi dan sosial, mereka memerlukan bimbingan secara khusus agar dapat mengurangi ketergantungan kepada orang lain. Anak tunagrahita harus menguasai dalam pembelajaran mengenai bagaimana cara makan yang benar, karena makan adalah memasukkan makanan ke dalam mulut untuk dikunyah kemudian ditelan. Kalau hanya memasukkan makanan ke dalam mulut kemudian dimuntahkan lagi namanya bukan makan.
Ada dua cara makan yaitu makan menggunakan tangan, dan makan menggunakan sendok. Makan menggunakan tangan artinya jari tangan kita yang memegang makanan untuk dimasukkan ke dalam mulut, kemudian dikunyah lalu ditelan. Makan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, karena dengan makan manusia dapat hidup dan menjalankan aktivitas sehari hari. Oleh sebab itu sangat diperlukannnya bina diri untuk makan bagi anak tunagrahita.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, M (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammad, J (2008). Special Education For Special Children ( Panduan Pendidikan Khusus
Anak-Anak Dengan Ketunaan dan Learning Disabilites). Jakarta, Hikmah
(PT. Mizan Publika).
http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-%2008103247020.pdf
Soemantri, Sutjihati (2006). Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung, Refika Aditama.
apakah ada sekolah khusus yang sudah tersebar buat tuna grahita?
wah sangat berdampak positif atas arahan dan ajaran untuk Anak Tunagrahita.
salah satunya erdapat program khusus bina diri dimana pembelajaran ini menekankan kemandirian anak tunagrahita sedang dalam mengurus diri sendiri.